Kawasan Kampung Batik Laweyan telah menjadi ikon batik Solo sejak abad ke-19. Kampung ini kian kondang seiring didirikannya Sarikat Dagang Islam oleh Haji Samanhudi pada tahun 1911. Desain rumah tinggal The Laweyan lahir dari pendekatan sejarah. Lokasi ini pernah digunakan sebagai museum untuk sementara waktu sebelum akhirnya Museum Samanhudi dibangun di Sondakan, Laweyan.
Apresiasi terhadap bangunan bersejarah terwujud dalam upaya mempertahankan, memperbaiki, dan merawat bangunan rumah tradisional Jawa. Termasuk juga menciptakan lingkungan sekitarnya yang ramah warisan budaya. Dinding pagar tinggi bercat putih yang menjadi ciri khas rumah-rumah di kawasan Kampung Batik Laweyan tetap dipertahankan dan malahan dipercantik.
Komponen yang terdapat pada bangunan tradisional Jawa menjadi pedoman dalam desain bangunan modern. Area “Dalem” adalah elevasi lantai tertinggi dari seluruh bangunan The Laweyan. Komposisi tiang utama yang disebut “Saka Guru” digunakan untuk menentukan grid kolom pada bangunan modern.
Bangunan modern tampil sederhana dengan partisi kaca mengelilingi bangunan. Atap bangunan modern dibuat tidak lebih tinggi dari puncak limasan sebagai bentuk apresiasi terhadap bangunan tradisional Jawa. Interiornya pun didominasi warna coklat senada dengan gebyok. Keanggunan bangunan tradisional Jawa di tengah lingkungan modern jelas terlihat pada saat memasuki bangunan The Laweyan dari pintu gerbang utama di sisi selatan.
“ The Laweyan” sejarah dalam bingkai kekinian.
Narasi oleh : Jwra Studio
Architect : Jwra Studio
Principal : Joas Wicaksana
Interior Designer : Cultura Interior
Photographer : Ukara Studio / Widi Setiawan
Lokasi : Laweyan, Solo