Asrinesia.com – Salah satu cara untuk mengetahui kisah perjuangan rakyat menuju kemerdekaan Republik Indonesia adalah dengan membaca buku sejarah. Salah satunya adalah buku sejarah sejarah Palagan Cirebon: Tentara Pelajar Yon 400 Cirebon yang baru saja dirilis oleh Majalah Asrinesia dengan IKKEL 400 di Gedung Joang 45,Menteng, Jakarta Pusat, (23/6/2022).
Buku yang terdiri dari 284 halaman, dengan ukuran 14,5 cm x 21 cm ini ditulis oleh Sri Pasifik dan Sri Murdiningsih Peluncuran buku Palagan Cirebon merupakan bagian kisah perjuangan ex Tentara Pelajar Yon 400 Cirebon pada masa perang kemerdekaan 1945-1949. Kisah yang tertulis diangkat dari catatan harian para pelaku sejarah. Buku ini untuk menghargai perjuangan Tentara Pelajar Yon 400 Cirebon, sekaligus mengedukasi generasi penerus akan pentingnya sebuah kemerdekaan.
Menurut ahli sejarah India, Singh Jadav, TP Jawa Barat, TP Jawa Tengah dan TRIP Jawa Tlmur merupakan pasukan elit yang terdiri dari anak-anak pelajar. Tidak berada dalam satu milisi, tetapi mereka memiliki komandan batalyon sendiri, persenjataan sendirl. Mereka bertermpur sama beraninya dengan Brigade XVII Siliwangl. Tentara Tentara Pelajar seperti ini merupakan satu-satunya yang ada di dunia.
Sri Pasifik menjelaskan, peluncuran buku ‘Palagan Cirebon’ mengupas kisah perjuangan para Tentara Pelajar Yon 400 Cirebon, yang tak bisa dipisahkan dari perjuangan Bangsa Indonesia.
Menurutnya, merangkum sebuah sejarah lewat catatan harian para eks Tentara Pelajar Yon 400 Cirebon memang tidak mudah. Bahkan, untuk melengkapi data asli, penulis mesti melakukan napak tilas ke daerah pedalaman Cirebon, yang pernah menjadi kancah perjuangan para pelaku sejarah Palagan Cirebon.
“Buku ini diberi judul ‘Palagan Cirebon’, sesuai dengan asal para Tentara Pelajar Yon 400 Cirebon, yaitu dari Batalyon Siliwangi,” jelas Sri Pasifik, yang akrab disapa Ibu Ipuk tersebut.
Perempuan berusia 80 tahun tersebut menuturkan, Tentara pelajar Yon 400 Cirebon sendiri merupakan organisasi elit dan resmi yang didirikan pada 24 Maret 1947. Batalyon ini berisi para pejuang berusia belia, belasan hingga 20 tahun, yang telah menjadi ujung tombak perjuangan Indonesia saat itu.
Sri Pasifik menyebut, beberapa tokoh Tentara Pelajar yang disajikan dalam buku Palagan Cirebon, antara lain Yogi S. Memet, Sutadi Sukarya, Sersan Bagja, Hamid Attamimi, Sulaeman Kartasumitra, dan Saleh Basarah.
“Kami berharap dengan diluncurkannya buku perjuangan Palagan Cirebon menjadi pilihan masyarakat Indonesia terutama kawula muda untuk terus berjuang demi kemajuan dan kejayaan Indonesia. Perjuangan dan kejayaan suatu negara terletak di tangan atau cita-cita para pemuda,” kata Sri Pasifik.
Pada kesempatan tersebut, Baskara Sukarya, anak Sutadi Sukarya mengungkapkan rasa harunya membaca kisah perjuangan almarhum sang ayah—yang baru wafat Bulan April 2022—diabadikan dalam buku Palagan Cirebon.
Menurutnya, yang terpenting saat ini adalah menjaga kemerdekaan, karena kemerdekaan bukan sesuatu yang mudah didapat. Tugas kita adalah bagaimana menjaga dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini sesuai dengan apa yang tertera di UUD 45 dan Pancasila.
“Terima kasih kepada Ibu Sri Pasifik dan Ibu Sri Murdiningsih yang telah dengan apik dan teliti menyajikan perjuangan para Tentara Pelajar saat itu, termasuk ayah saya: Sutadi Sukarya,” tutur Baskara.
Sinopsis Buku ‘Palagan Cirebon’
Cirebon diserang Tentara Belanda tanggal 22 Juli 1947 dari darat, laut dan udara. Kondisi persenjataan TNI tak memadai, sedangkan Tentara Pelajar sebagian sedang mengawal perbekalan ke pedalaman. Bupati Cirebon Makmoen Sumadipradja tak bersedia bekerja sama dengan Belanda dan mendirikan pemerintahan darurat sipil di desa Sukasari. Sedangkan pemerintahan darurat militer berada di Sagarahiang di bawah komando Umar Wirahadikusumah.
Cirebon seutuhnya tidak jatuh ke tangan Belanda. Gagalnya perjanjian Renville membuat Siliwangi harus Hijrah ke ibu Kota negara di Yogyakarta. Kemudian saat pemboman pangkalan udara Maguwo, Brigade XVII Siliwangi diperintahkan oleh Letjen Sarbini untuk kembali ke Jawa Barat untuk mempertahankan Jawa Barat yang dikenal dengan nama Long March. Hijrah dan Long March Siliwangi sangat dikenal pada masanya.
Pada tahun 1950, TP, TRIP dan CPS didemobilisasikan berdasarkan ketemuan dari Dephankam dengan Surat No. 193/M.P/50 tanggal 9 Mei 1950. Mereka difasilitasi negara untuk bersekolah kemball, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Yang ingin melanjutkan dinas militer difasilitasi Kementerian Pertahanan, sedangkan yang melanjutkan ke perguruan tinggi difasilitasi oleh Kemendikbud.