Seni batu Suiseki adalah bongkahan batu alam yang menyerupai bentuk tertentu seperti bentuk manusia, binatang atau benda-benda tertentu lainnya. Namun seni dari batu yang lain, yaitu dibentuk dari bongkahan batu kali atau batu alam yang sengaja dibentuk sesuai konsep senimannya.
Bongkahan batu tersebut dibentuk menjadi sesuatu melalui beberapa proses atau tahapan. Bongkahan batu ini sebisa mungkin tidak terlalu banyak mengubah dari bentuk aslinya sehingga sang seniman harus pandai-pandai mengembangkan ide atau konsepnya dengan melihat bentuk asli batu tsb.
Di tangan seniman Eky, bongkahan batu kali ini dapat berubah wujud menjadi sebuah karya seni yang bernilai jual tinggi. Kepekaannya dalam mengolah rasa dibuktikan melalui beberapa hasil karyanya tersebut. Menurutnya, ide bisa datang dari mana saja, namun lingkungan sekitarlah yang paling kuat menyumbangkan ide dalam mewujudkan karya-karyanya tersebut.
Mulai dari bongkahan batu sampai jadi hasil akhir, Eky hanya memerlukan alat-alat yang terbilang sederhana seperti grinda dan bor saja. Untuk material lainnya yang dipakai untuk dipadukan dengan batu bisa dipakai material seperti tambang pada karyanya yang berjudul Clog dan The Monk, logam, kayu seperti yang terlihat pada karya berjudul Through, sesuai dengan konsepnya. Pada karyanya ini yaitu yang berjudul Mamoth, batu yang menyerupai bentuk gajah ini dipadukan dengan unsur logam, yaitu garpu yang ditekuk dan diletakkan sesuai bentuk gading.
“ Masing-masing karya memiliki konsep yang berbeda sehingga tidak ada bentuk yang sama, karena setiap batu kali tidak juga memiliki bentuk yang sama. Dalam karya ini saya mempertahankan warna alami batu. Namun ada beberapa karya yang sengaja saya berikan sentuhan warna lain karena tuntutan konsep, dan pemberian warna warna pun hanya sebagai aksen. Biasanya warna yang dipakai hanya tiga yaitu hitam, putih dan merah, yang dalam ajaran Hindu melambangkan tiga dewa yaitu Brahma, Syiwa dan Wisnu,” ungkap Eky tentang konsep karyanya
Pada karya yang bertajuk Love Hurt dan Ovum diberi aksen warna merah yang memiliki filosofi serta makna yang mendalam sesuai konsepny. Beberapa karya ada yang terdiri dari lebih dari satu batu dan Eky tidak memakai lem atau apapun untuk menyatukannya melainkan hanya ditumpuk.
Adalah Eky Tandio, seorang fortografer profesional yang memiliki multi talenta dalam mengolah rasa terutama yang erat kaitannya dengan unsur seni (art).
- Penulis : Denyza Sukma
- Fotografer : Eky Tandyo