Banyak bangunan bersejarah yang didokumentasikan baik secara individu maupun resmi oleh pemerintah. Arsitek, seniman, maupun penggiat dari berbagai komunitas sketsa turut mengabadikan keindahan bangunan-bangunan peninggalan masa lalu yang sarat nilai sejarahnya.
Adalah Arsitek Danang Triratmoko, salah satu dari banyak arsitek Indonesia yang senang membuat sketsa bangunan-bangunan nersejarah. Berkaitan dengan peringatan hari Natal, empat sketsa bangunan gereja peninggalan abad ke-18 dan ke19 karya Danang menjadi pilihan Majalah Asrinesia kali ini. Ulasan sejarah dari keempat bangunan gereja tersebut dicuplik oleh Danang dar beberapa sumber.
GPIB IMMANUEL, JAKARTA
GPIB Immanuel Jakarta adalah Gereja Protestan di Jakarta yang dibangun pada tahun 1835 dan selesai empat tahun kemudian pada tahun 1839. Berlokasi di Jl. Medan Merdeka Timur No.10, berhadapan dengan stasiun kereta api Gambir, Jakarta Pusat. Menurut catatan sejarah, gereja dirancang oleh J.H Hoerst yang tidak punya latar belakang pendidikan arsitektur. Sampai tahun 1948 gereja berlantai dua ini diberi nama Gereja Willemskerk untuk menghormati Raja Willem I, Raja Belanda periode 1813 -1840.
Dibangun dengan gaya arsitektur neo klasik berbentuk bundar berdiri di atas panggung setinggi 3 meter. Pintu utama di bagian depan menghadap ke barat dengan teras berbentuk persegi empat dengan 6 buah pilar orde Tuskan. Pintu samping sisi utara dan selatan terdapat serambi berbentuk lengkung mengikuti bentuk bangunannya. Atap gereja ini berbentuk kubah yang dilengkapi dengan lantern berupa jendela kaca di bagian puncaknya (sumber: A.Heuken, SJ-2003).
Kini, gereja ini merupakan bagian dari Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) berstatus sebagai cagar budaya Indonesia (Sumber: Wikipedia, Kompas.com).
GEREJA KATEDRAL JAKARTA
Gereja Katedral Jakarta merupakan salah satu Gereja Katolik tua di Jakarta yang terletak di Jl. Katedral No.78, Pasar Baru Sawah Besar. Gereja dirancang dan dimulai oleh Pastor Antonius Dijkmans pada tahun 1891 tetapi pembangunannya sempat terhenti cukup lama. Delapan tahun kemudian pada tahun 1889 pembangunan dilanjutkan oleh Uskup baru Mgr E Luypen SJ dengan arsitek Insinyur MJ. Hulswit. Gereja yang bernama resmi Gereja Santa Maria Diangkat ke Surga ini diresmikan pada tahun 1901 yang sejak itu disebut sebagai Katedral karena di dalamnya terdapat Catedra (tahta uskup). Dibangun berciri arsitektur Eropa dengan gaya Neo-Gotik dengan massa berbentuk salib yang memiliki dua menara lancip (Menara Daud dan Menara Gading) sebutan untuk Bunda Maria) menjulang setinggi 60 meter terbuat dari baja. Sejak 1993 status bangunan ini dinaikkan menjadi bangunan cagar budaya yang dilindungi pemerintah (Sumber: A Heuken SJ, Wikipedia).
GPIB KOINONIA JAKARTA
Gereja GPIB Koinonia Jakarta terletak di Bali Mester, Jatinegara, Jakarta Timur (Meester Cornelis pada masa kolonial Hindia Belanda), merupakan gereja pertama di Jatinegara. Sebelum berganti nama menjadi GPIB Koinonia sejak 1 Januari 1961, semula disebut Gereja Bethel (Bethelkerk). Gedung gereja ini dibangun sekitar tahun 1889 oleh Keuchenius dan kemudian direnovasi pada tahun 1911 – 1916. Bangunannya terdiri dari tiga lantai dengan atap berbentuk limasan yang berjumlah lima. Atap pada bagian beranda berbentuk pelana yang memiliki ujung runcing. Gereja Koinonia Jatinegara ini sudah menjadi bangunan cagar budaya. (https://cagarbudaya. kemdikbud.go.id, https://dinaskebudayaan.jakarta.go.id)
GEREJA BLENDUK
GPIB Immanuel Semarang atau lebih dikenal dengan nama Gereja Blenduk terletak di Jalan Letjen Suprapto No.23 Kota Lama Semarang. Gereja ini adalah gereja tertua di Jawa Tengah, yang menjadi salah satu ikon kota Semarang. Bangunan gereja ini awalnya berbentuk rumah panggung Jawa dengan atap arsitektur Jawa yang dibangun pada tahun 1742. Kemudian pada tahun 1894-1895 dibangun kembali dengan bentuk bangunan yang berbeda menjadi gereja beratap kubah setengah bola oleh H.P.A De Wilde dan W. Westmaas sebagai arsitek yang melakukan perubahan bangunannya. Bentuk seperti irisan setengah bola itulah maka orang menyebutnya ‘mbenduk’, yang dalam bahasa Jawa berarti “menonjol atau menggelembung”. Gereja Blenduk dibangun dengan gaya Neo Klasik mirip bangunan gereja di Eropa abad 17-18 dan telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya. (Sumber: http:// cagarbudaya.kemdikbud.go.id, kompas.com)