Asrinesia.com – Industri Kreatif Musik menjadi salah satu subsektor yang tergolong prioritas karena memberi dampak bagi meningkatnya produk domestik bruto dan kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu segi yang perlu diperhatikan dalam industri musik yakni masalah hak cipta terutama di masa disrupsi digital seperti ini.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kemenparekaf melalui Direktorat Industri Kreatif Musik, Seni Pertunjukan dan Penerbitan mengajak para Pelaku Ekonomi Kreatif subsektor musik untuk berpartisipasi dalam kegiatan Bimbingan Teknis bertema Musik & Hak Cipta 2020 : Hak Cipta Lagu dalam Disrupsi Digital” secara Online melalui Zoom Meeting di Novotel Hotel, Bogor (08/10/2020).
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan informasi, wawasan serta ilmu pengetahuan mengenai Hak Cipta Musik sehingga pelaku industri kreatif musik bisa mendapat informasi bagaimana melindungi hak-hak atas karya yang dihasilkan.
Selain itu, untuk mensosialisasikan pengetahuan dan trend yang berkembang serta strategi yang berkenaan dengan produksi dan distribusi musik di era digital kepada masyarakat luas.
Even berupa Web Seminar dan Live Streaming ini diikuti sekitar 200 orang baik dari komunitas seni musik maupun mahasiswa. Live talkshow dan performance di zoom yang sekaligus ditayangkan premiere di Youteube Kemenparekraf
Acara yang dibuka oleh Yuke Sri Rahayu ini menampilkan tiga sesi. Sesi pertama menampilkan pembicara musisi Chandra Darusman, dan Ari Juliano Gema yang membawakan Pentingnya IP Music Management. Sesi kedua, tentang Konsultasi HAKI, Bagaimana kita melakukan pendaftaran HAKI menampilkan pembicara Rio Hanggoro.
Sesi ketiga menampilkan Rapin Muniardjo dengan Mekanisme Pendaftaran HAKI dan kompensasi yang didapat setelah mendaftarkan HAKI. Ketiga acara tersebut dipandu oleh musisi, Irfan Aulia.
Menurut Chandra Darusman, “Diskusi ini bertujuan merumuskan langkah langkah strategis dalam menghadapi kebutuhan industri musik dalam era disrupsi digital. Pembuatan sistem informasi untuk melakukan pencatatan, pendafatran, perlisensian, pemungutan dan pendistribusian royalti lagu dan musik.”
Chandra manambahkan, “ Kita harus merumuskan langkah langkah strategis dalam menghadapi kebutuhan industri musik di era disrupsi digital. Jika perlu menerbitkan grand design yang menyangkut apa dan kemana arah strategi pembangunan sistim digital dan pengelolaannya.”
“Perlunya merangkul generasi baby boomers yang rentan ketinggalan kereta dan merapihkan visi dan misi serta menjunjung azas partisipasi yang inklusif,” jelas Chandra Darusman.
Rio Hanggoro menyatakan bahwa di era digital konsumen memiliki lebih banyak pilihan tentang cara mengonsumsi musik. “Komputer pribadi dilengkapi dengan perekam dengan kapasitas besar, serta ada banyak cara untuk mendapatkan musik bajakan secara gratis.”
“Dalam hal ini performer perlu memahami pengetahuan dasar tentang Hak Cipta dan Hak Terkait, dan harus mengerti soal konsep manajemen kolektif dan common terms di industri seperti Syncronization Rights . Dalam hal ini musisi perlu memahanmi aspek aspek kekayaan intelektual lebih dalam, terutama mengenai merk, hak cipta dan desain industri,” tegas Rio.
Menurut Rapin Mudiardjo, yang membahas tentang Mekanisme pendaftarean hak cipta atas lagu, menyatakan, “Sebuah lagu perlu didaftarkan dan dicatatkan hak ciptanya. Hal ini berkaitan dengan kepentingan dihadapan hukum”
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (UU Nomor28 tahun2014)
Seminar diakhiri dengan pertunjukan musik diantaranya The Mercy’s, band yang berjaya pada masanya dan menjadi legenda Indonesia.