Asrinesia.com – Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta, mengadakan Pameran Generasi Pertama Perempuan Sekolah Arsitektur Indonesia yang berlangsung di Jakarta Design Center (JDC) pada 30 Nopember – 15 Desember 2024.
Pameran Peran Arsitek Wanita lulusan pertama jurusan Arsitektur, bekerjasama dengan Universitas Delft di Rotterdam dan jurusan Arsitek ITB,ini bertajuk HerStories:Transoceanic Disclose: Weaving Architectural Herstories | Impossible Wherever [Her]Stories, didukung Erasmus Huis, Nieuwe Institute, Creative Industries NL dan BTHF ITB.
Kegiatan ini telah dilakukan di ITB Bandung 22 Agustus – 6 September 2024, Jogja National Museum 10-20 Oktober 2024, Lalu, di Jakarta Design Center pada 30 Nopember – 15 Desember 2024.
Dengan menampilkan profil perjalanan 12 perempuan arsitek Indonesia yang menempuh pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan lulus pada tiga dekade pertama setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Mereka adalah:1.(Alm) Doddy Zartini Zahar (80), 2.(Alm) Kadarwati Soetomo (85), 3.RoendarijahSoeparto (91), 4.SitiOetamini (88), 5.Susantiah Mukadis (86), 6.Wahyuningsih (87)A, 7.TutiPurwani Dipokusumo (83), 8.(Alm) BudhyTjahjati (76), 9.Sri Rahayu (80) 10.(Alm) Harastoeti Dibyo (78), 11.Irmawati (80) serta 12.AristianaA.A.R. (79).
Nama-nama ini ditemukan melalui arsip, cerita, dan majalah yang tersebar di Indonesia dan Belanda. Melalui penelitian yang melelahkan, pengunjung diajak untuk menyelami kisah-kisah mereka sebagai perempuan yang berjuang di masa sulit pasca kemerdekaan Indonesia.
Materi yang ditampilkan dalam pameran ini adalah profil masing-masing tokoh, dokumentasi kegiatan, karya dan tulisan yang menyoroti kisah hidup, pendidikan dan karir mereka baik di perusahaan swasta maupun kantor publik. Data-data tersebut akan ditampilkan dalam bentuk panel-panel presentasi yang dapat dinikmati oleh pengunjung pameran dengan runutan logis.
Maksud dan tujuan dari kegiatan ini mengeksplorasi, mengumpulkan, mendokumentasikan, dan menganalisis secara komprehensif kehidupan dan karya lulusan arsitek perempuan generasi pertama di Indonesia.
Melalui analisis sejarah lisan, berupaya memahami strategi kelangsungan hidup berbasis gender yang umum dan berbeda yang muncul di era pasca kemerdekaan 1949—sebuah konteks yang penuh paradoks, menawarkan peluang profesional namun juga dicirikan oleh struktur patriarki dalam dunia arsitektur yang sangat maskulin dan normal.
Dengan menghadirkan biografi yang berfokus pada pendidikan dan karier mereka, pameran ini menyuarakan kisah hidup serta pencapaian profesional mereka, baik di sektor swasta maupun publik. Beberapa dari mereka berperan dalam desain arsitektur, sementara yang lain terlibat dalam kegiatan akademis seperti mengajar.
Potret-potret mereka tidak hanya menjadi simbol perjalanan sejarah feminisme dalam arsitektur, tetapi juga menambah keragaman cara berpikir dalam bidang tersebut.
Pameran ini juga menekankan pengalaman para perempuan yang tidak hanya bertahan, tetapi juga memberikan kontribusi besar dalam pembangunan dan perencanaan masa depan yang lebih egaliter.
Meskipun mereka menghadapi berbagai tantangan yang berbeda dari generasi mereka, para perempuan ini aktif melampaui batasan-batasan sosial yang seringkali menutup peluang bagi perempuan pada masa itu. Mereka memainkan peran penting dalam menjaga negara dan lingkungan yang terus berkembang.
Selain memberikan penghormatan kepada perempuan arsitek Indonesia, pameran ini juga menyoroti proses pembangunan lintas negara, terutama antara Indonesia dan Belanda. Kolaborasi ini mencerminkan perubahan-perubahan signifikan dalam bidang politik dan sosial, baik di tingkat lokal maupun internasional. Proyek-proyek besar mereka disajikan secara individual, namun semua itu berkontribusi pada pembangunan kolaboratif yang memiliki dampak luas.
Yang terlibat dalam pameran ini adalah Khaerani Adenan, Erika Y. Astuti, Leyna Ayushitarum, Davina Iwana, Pratomo Aji Krisnugrahanto, Rachel Lee, Fitri Meisyara, María Novas Ferradas, dan Lidewij Tummers. Selanjutnya para kolega alumni Magister arsitektur ITB yaitu Rizkia Amalia, Prisca Bicaswati, dan Rafael Andrean Sepnadi turut bergabung.
Pembukaan pameran oleh Jaef de Boer – Deputy Head Culture & Communication Kedutaan Belanda, Ir. Doti Windajani -Ketua IAI Jakarta periode 2021-2024, dan Ir. Teguh Aryanto – ketua IAI Jakarta 2024-2027. Pameran menghadirkan pembicara seperti Tuti Purwani Dipokusumo Azis, Irmawati Sampurno dan Erika Yuni Astuti.
Menurut Dr. Ing. Erika Yuni Astuti Prodi Arsitektur SAPPK ITB salah satu penggagas dari pameran ini mengatakan, “Dari sudut pandang sejarah, pameran ini bermaksud menunjukkan dan menampilkan bagaimana penjajahan di masa lalu, secara kolaboratif mempengaruhi pendidikan, pekerjaan dan desain yang dihasilkan oleh generasi pertama lulusan arsitek dan perencana kota perempuan Indonesia di bangsa yang baru merdeka.
Mereka bersama-sama menyusun materi pameran yang mengungkapkan cerita-cerita perempuan arsitek yang menjadi pelopor dalam bidang arsitektur di Indonesia. Dukungan dari berbagai universitas di Indonesia dan Belanda, serta kolaborasi dengan para peneliti dan seniman lintas disiplin, menjadikan pameran ini sebagai bagian penting dari dokumentasi sejarah arsitektur perempuan di Indonesia.
Proyek ini juga bertujuan untuk memperkuat kolaborasi antara para peneliti dan seniman dari Indonesia dan Belanda. Pameran ini didukung oleh berbagai kolaborator, mulai dari seniman, desainer, hingga arsitek yang bekerja di Bandung, serta kolaborator dari Belanda seperti Fitti Misarya, Pratiwi Djaj Kusnohardjono, Leyla Awyishuriatna, Adena Septi Yoswara, Wesker Kruis, Rizkia Amalia, Prisca Bicaswati, dan Rafael Andrean Sepnadi
Selain itu, Kedutaan Besar Belanda juga berperan dalam mempertemukan para peneliti dari Indonesia dan Belanda, untuk bersama-sama mengembangkan penelitian dan pameran ini.
Pameran menghadirkan pembicara seperti Tuti Purwani Azis, Irmawati Sampoerno dan Erika Yuni Astuti. Menurut Dr. Ing. Erika Yuni Astuti Prodi Arsitektur SAPPK ITB salah satu penggagas dari pameran ini mengatakan, “Dari sudut pandang sejarah, pameran ini bermaksud menunjukkan dan menampilkan bagaimana penjajahan di masa lalu, secara kolaboratif mempengaruhi pendidikan, pekerjaan dan desain yang dihasilkan oleh generasi pertama lulusan arsitek dan perencana kota perempuan Indonesia di bangsa yang baru merdeka.”
“Selain itu, memperlihatkan peran dari para mahasiswi/lulusan arsitektur perempuan pasca kemerdekaan hingga saat ini baik di dunia perencanaan dan arsitektur maupun di bidang lainnya yang selama ini belum pernah diungkapkan,” tutur Erika.
Sedangkan Tuti Purwani Azis, mengatakan, “Pameran seperi ini sangat bagus dan perlu dilanjutkan. Apalagi pameran ini akan dibawa ke Belanda,” tuturnya. Lebih lanjut Irmawati Sampurno memberikan semangat kepada para generasi penerus untuk melanjutkan membangun negeri, dulunya beliau aktif dalam menegakkan peraturan bangunan di Jakarta.
Dari sudut pandang sejarah, pameran ini bermaksud menunjukkan dan menampilkan bagaimana penjajahan di masa lalu, secara kolaboratif mempengaruhi pendidikan, pekerjaan dan desain yang dihasilkan oleh generasi pertama lulusan arsitek dan perencana kota perempuan Indonesia di bangsa yang baru merdeka.