Pekalongan dikenal sebagai kota batik, dari dulu sampai sekarang. Pekalongan juga selalu melahirkan pembaharu pembaharu yang mewakili jaman. Di masa kotemporer ini Pekalongan melahirkan Dudung Alie Syabana, seorang pria berdarah campuran, Jawa keturunan Arab dari Yaman.
Dudung yang lahir di Pekalongan-Jawa Tengah, bukan saja dikenal di kota kelahirannya atau di Indonesia bahkan dunia internasional mengenalnya sebagai seniman batik dengan hasil karyanya yang mendunia. Dudung mengajak orang untuk mencintai batik paling tidak peduli dengan keberadaan batik. Dia mengenalkan sekaligus menciptakan tren tren baru tentang batik.
Seperti ceritanya, batik Pekalongan merupakan batik Indonesia yang menjadi jati diri bangsa diharapkan akan menjadi inspirasi dunia, lebih lanjut ia mempertegas pembatik harus tetap membatik dan tetap jadi pembatik.
Di Pekalongan, Dudung telah menjalani berbagai peran dalam proses membatik. Dimulai sebagai tukang lipat batik, mendesain motif, hingga melakukan proses membatik. Desain motif batiknya kemudian dijual kepada para perajin batik di lingkungan tempat tinggalnya.
Pada tahun 1997 atau tepatnya satu tahun setelah menyelesaikan pendidikan desain di Jakarta, Dudung mulai memproduksi batik sendiri. “Karya saya cenderung unik dan berani, menggambarkan kebebasan, tidak terbelenggu oleh pakem-pakem tradisional.” Tutur Dudung di rumahnya yang teduh di Pekalongan.
“Saya banyak terlibat dalam urusan batik di masyarakat. Saya adalah salah satu pelopor didaulatnya Batik Indonesia sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada tahun 2009. Saya juga menjadi salah satu penggagas dan pendiri Museum Batik di Pekalongan pada tahun 2006.” Tambah Dudung yang juga kerap memberi pelajaran dan pelatihan membatik kepada masyarakat seperti siswa sekolah dan tahanan lembaga pemasyarakatan.
Kecintaannya pada batik melahirkan kepeduliannya pada lingkungan. Pada tahun 1990, Dudung mulai melirik kayu-kayuan seperti Indigo untuk pewarna batik menggantikan pewarna kimia yang mencemari lingkungan. Penggunaan pewarna dari bahan-bahan alami diharapkannya bisa mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari proses produksi batik.
Selain sebagai seniman batik, kreasi seni Dudung juga merambah ke pahatan kayu dan kulit seperti gunungan wayang. Karyanya ini juga kerap dipamerkan, bersanding dengan karya kain batiknya.
Semua kreasi kreasi Dudung selalu ekpresif tanpa meninggalkan warna warna cerah khas Pekalongan. “Semua karya yang saya buat dalam rangka menemukan jati diri saya sendiri”. Tutur Dudung dengan serius.
Salah satu karya Dudung yang terkenal adalah ketika ia mengekplorasi motif batik yang dicintainya yaitu parang tradisional, dijadikan motif parang yang baru yang dinamakan motif Parang Rusak atau Motif Parang Indonesia Raya.
Motif parang yang selama ini tidak pernah mengalami perubahan digambarkan kaku, rapi, dan berulang-ulang. Diubah sedemikian rupa menjadi bentuk yang kontemporer.
Dalam menciptakan motif ini, Dudung telah melalui banyak perenungan. “Salah satu perenungan muncul dari pengalaman hidup dimana Saya begitu miris melihat penggunaan motif parang tradisional yang sembarangan di masa kini. Motif parang yang sakral itu banyak dipakai masyarakat umum di tempat yang tidak layak, seperti sebagai taplak alas bunga. Padahal parang adalah motif sakral yang suci. Motif ini mempunyai filosofi dan pemaknaan yang mendalam dan tidak semua orang boleh memakainya.”