Asrinesia.com – Meski dalam beberapa bulan terakhir ini terjadi penurunan angka kematian akibat Covid di Indonesia, namun tidak berarti situasi pandemic sudah menurun atau berakhir di negara ini. Terlebih melonjaknya sejumlah kasus di beberapa negara, salah satunya India dalam beberapa waktu belakangan.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Tim Mitigasi IDI berkolaborasi dengan Sigit Kusumawijaya, seorang arsitek dan Ahli Rancang Kota sekaligus co-Inisiator Indonesia Berkebun, merancang rekomendasi tata ruang dan tata perilaku adaptasi kehidupan baru. Hasil rekomendasi ini disampaikan dalam diskusi media yang diadakansecara daring pada, 27 April 2021.
Dikatakan oleh Dr Adib Khumaidi, SpOT – Ketua Tim Mitigasi Dokter PB IDI & Ketua Terpilih PB IDI, “Salah satu solusi yang harus kita lakukan supaya tetap aman dan menghindari paparan adalah dengan mengupayakan adaptasi kehidupan baru, bukan hanya dalam protocol namun juga kesiapan ruang yang memungkinkan orang untuk tetap beraktifitas. Melalui diskusi ini, kami mendorong pemerintah dan pimpinan perusahaan/kantor untuk membuat regulasi tata kelola ruang sehingga ada proses pengawasan yang dilakukan dan semua aktifitas tetap bias dilakukan tetapi dengan assessment terlebih dahulu oleh Tim pengawasan di setiap daerah dengan melibatkan Satgas Covid daerah.”
Sementara itu Dr dr Eka Ginanjar, SpPD-KKV, MARS selaku Ketua Tim Pedoman dan Protokol dari Tim Mitigasi PB IDI mengatakan bahwa jangan sampai orientasi kita pada ekonomi berisiko pada penguatan kesehatan – bukan hanya Treatment tetapi juga Testing dan Tracing (3T). “Perlu adanya kolaborasi secara ketat mengendalikan agent-nya (SARS-CoV-2 / COVID19), lingkungannya, juga host-nya.”
Rekomendasi tata perilaku yang dianjurkan oleh Tim Mitigasi IDI sesuai dengan referensi dari National Institute for Occupational Safety and Health adalah dengan hierarki pengendalian risiko transmisi infeksi, yakni: Vaksinasi dan 3T (untuk menghilangkan sumber bahaya secara fisik dan mengganti sumber bahaya), V-D-J-S : Ventilasi-Durasi-Jarak-Sirkulasi (untuk mengisolasi orang-orang dari sumber bahaya), 5M : Memakai Masker, Menjaga Jarak, Mencuci Tangan, Membatasi Mobilitas, Menghindari Kerumunan (untuk mengubah kebiasaan beraktifitas dan bekerja), serta Penggunaan APD bagi para pekerja yang disesuaikan dengan risikonya.
Dalam hal ini Sigit Kusumawijaya mengatakan, “Pemahaman konsep akan rumah sehat ramah lingkungan diprioritaskan untuk menghindari kesalahpahaman akan anggapan bahwa rumah hijau adalah rumah yang memerlukan biaya perawatan tinggi ataupun rumah yang hanya memiliki banyak lahan hijau, banyak pohon ataupun sekadar dicat hijau. Korelasinya secara tidak langsung yang nyata dirasakan adalah rumah hijau dan sehat dapat signifikan mengurangi beban dari fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia (puskesmas, klinik dan rumah sakit).”
Ditambahkan oleh Sigit, “Dalam kondisi saat ini rumah hijau dan sehat secara nyata dapat membantu mengurangi tingkat penyebaran tertular penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) termasuk memberikan kenyamanan penghuninya selama pandemi Covid-19, dikarenakan walaupun hamper keseluruhan waktu penghuninya berada di dalam rumah, mereka akan tetap dapat merasakan berintensitas dekat dengan alam dan sekitar,”
Manfaat yang dapat dirasakan dengan redesain tata ruang hijau sebagaimana dikatakan Sigit antara lain: Adanya pergantian udara segar yang dapat menghilangkan berbagai polutan (baik dari penguapan racun material rumah ataupun transmisi udara / system pernafasan manusia) di dalam rumah. Selain itu, penghuni juga bias mendapatkan langsung sinar matahari untuk penerangan alami dan manfaat asupan kebutuhan pro vitamin D (sinar matahari), serta manfaat kedekatan dengan alam sebagai bagian dari elemen penyembuhan (self healing) /ketenangan/relaksasi pada penghuni (therapeutic).
“Kami berharap rekomendasi ini bias menjadi rujukan dan masuk dalam régulasi sebagai upaya mengembalikan aktifitas masyarakat agar tidak hanya patuh pada protokol 5M saja tetapi juga memperhatikan tata kelola ruang ini, terutama di ruangan-ruangan tertutup yang lebih berisiko,” tutup dr Adib Khumaidi.