Yayasan Design+Art Indonesia kembali mempersembahkan festival seni dan desain, Indonesian Contemporary Art & Design (ICAD) 2017 yang bertema “MURNI?”. Festival tahunan yang memasuki tahun ke-8 ini didukungan oleh Artura Insanindo dan Badan Ekonomi Kreatif. Acara yang berlangsung di hotel Grand Kemang Jakarta, akan berlangsung sampai 15 November 2017. Menampilkan berbagai karya menarik dan kolaborasi spesial dengan berbagai pelaku industri kreatif seperti filmmaker, desainer interior, aktor, dan fotografer.
Sebagai sebuah festival yang kreatif, lCAD diisi dengan berbagai rangkaian kegiatan lain, yang bertujuan untuk menginspirasi dan mendekatkan seni kepada publik. Selama gelaran, akan diadakan 3 konvensi tentang seni, desain dan film menampilkan sejumlah pembicara dari dalam dan luar negeri, antara lain: Hilmar Farid (Direktur Jenderal Kebudayaan) berkolaborasi dengan Koalisi Seni lndonesia, Antonio Pio Saracino (Arsitek italia), Amoury Poudray (Desainer Produk Perancis), dan Kurt Rieder (Executive VP Asia Pacific 20th Century Fox) bekerjasama dengan Motion Picture Association.
Instalasi Teater Mini kembali hadir dengan menyajikan film’ifilm Perancis, berkolaborasi dengan IFI Jakarta, dan film-film Finlandia, berkolaborasi dengan Embassy of Finland.
Menurut Harry Purwanto, selaku ketua Yayasan Design+Art Indonesia, di usia ke-8 ini, lCAD bukan hanya sebuah festival, tetapi telah menjelma sebagai sebuah platform, yang memuat unsur edukasi dan perniagaan. ICAD akan terus bergandeng erat dan bersinergi dengan para pelaku kreatif, bersama menyebarkan virus kreatif. Virus kreatif yang tumbuh dari hati, tumbuh dengan murni.
Melibatkan 50 seniman, desainer, dan para pelaku kreatif lainnya untuk membuat karya yang bersifat statement, fungsional, serta penampilan khusus. Karya-karya ini tersebar di seluruh area publik hotel Grand Kemang Jakarta. Mereka adalah:
Abie Abdillah I Adi Indra Hadiwidjaja I Alit Ambara I Aloysius Baskoro Junianto I Alvin Tjirtowirjo / Amanda Mitsuri I Antonio S. Sinaga I Argya Dhyaksa / Artyan Trihandono I Ary Hardiwinata / Ary Indra I Ayang Kalake I Ayu Joddy & Rukmunal Hakim I Darbotz I Denny Priyatna I Dwi Wicaksono ] Eka Sofyan I Erwin Windu Pranata / Farid Stevy I Francis Surjaseputra / Gianni Fajri I Hendra HEHE I Indra Febriansyah & Miranti Ade/ia I Iwan Sastrawiguna [Julia Sarisetiati I Luth]? Hasan I Maria Indriasari I Mice Mirsad I Motulz I Noro Ardanto & Intan Pradina I Novemto Koma / Oky Rey Montha I Patricia Untario / Patrick Owen I Patriot Mukmin I Puri Ardini I Raditya Ardianto I Reza Afisina I Reza Rahadian I Sandy Karman I Syaiful Garibaldi I Teddy Soeriaatmadja I The Popo I Ucup Baik I Wakewadho / Wedhar Riyadi I Whatever Workshop I Yuli Prayitno I Zulfan Amrullah I
Di antara 50 seniman Indonesia yang berpartisipasi ada lima seniman yang diundang khusus pihak penyelenggara, mereka adalah Darbotz, Gianni Fajri, Motulz, Reza Rahadian, dan Teddy Soeriaatmadja.
Reza Rahardian menampilkan karya “Ibu Pertiwi” karya pertamanya di sebuah pameran seni. “I love to paint tapi belum pernah bikin karya seni untuk eksibisi. Jadi ini yang pertama kalinya,” ujar Reza.
Sedangkan sutradara Teddy Soeriaatmadja yang untuk pertama kalinya membangun karya instalasi bertajuk A Place for Us to Dream. “Ini instalasi pertama saya yang ternyata lebih sulit dari jadi filmmaker,” kata Teddy. Karya yang dihadirkannya menampilkan simbol dari hubungan antar manusia.
Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) Triawan Munaf dalam sambutannya mengatakan BEKRAF hadir untuk selalu mendukung Indonesian Contemporary Art and Design. “ Seni rupa adalah hulu dari seni yang ada dan harus menjaga kemurniannya. Seni seni tersebut juga harus memiliki nilai ekonomi. Saya berharap pameran ini akan menghasilkan yang terbaik bagi para senimannya”.