Gregorius Antar Awal atau yang lebih dikenal Yori Antar, arsitek ternama pendiri Rumah Asuh, menuturkan perjalanan profesi di dunia arsitektur yang sudah menjadi ‘nafasnya’. Yori, juga dikenal sebagai arsitek pelestari. Tidak lama selepas kuliah bersama rekan-rekan arsitek yang baru lulus membentuk Arsitek Muda Indonesia (AMI). Kumpulan arsitek yang gelisah terhadap masa depan arsitektur di Indonesia yang pada saat itu arsitek Indonesia kurang dikenal oleh masyarakatnya sendiri dan lebih banyak didominasi oleh arsitek manca negara.
How to make a bodybuilding diet plan order anavar bodybuilding meal plan muscle increase lose fat – pittsburgh flag football league help center.
Ada banyak pertanyaan yang perlu dicari jawabannya, salah satunya Yori mencari jawaban dengan melakukan perjalanan arsitektur untuk melihat karya arsitek-arsitek besar dan ternama, yang dinamai ‘Perjalanan Mencari Jawaban’ atau ‘Ziarah Arsitektur’. Melalui perjalanan arsitektur inilah banyak menemukan jawaban apa yang terjadi dalam perkembangan arsitektur di Indonesia dan dunia yang terlihat saling mempengaruhi dan menginspirasi.
Sempat membawa AMI berpameran di Den Haag, Belanda, saat krisis moneter pada 1998, dimana banyak biro-biro Arsitek yang kesulitan dan tidak sedikit yang gulung tikar, pameran Arsitektur ini merupakan pameran yang penting untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Arsitektur Indonesia tetap eksis dan pameran Arsitektur ini menjadi sebuah peristiwa bersejarah.
Perjalanan berlanjut ke desa-desa dan kota-kota negara lain, untuk melihat “arsitektur yang lain” / “Architecture without Architect”, Arsitektur yang dirancang oleh masyarakat dengan nafas kelokalan yang kuat dan memiliki jiwa tempat, ‘Genius Loci’, seperti arsitektur di kota-kota Santorini, Mykonos-Yunani, Dubrovnik, Kamboja, Nepal dan juga Tibet.
Salah satu tripnya yang penting adalah sewaktu Yori dan kawan-kawan mengunjungi Tibet dan kemudian membuat buku berjudul “Tibet di Otak” yang mendapat Kata Sambutan istimewa dari Dalai Lama.
Ziarah Arsitektur keliling dunia ini yang menginspirasi Yori untuk melakukan perjalanan ke dalam negeri untuk mengenal arsitektur dan budaya di negeri sendiri.
Tahun 2008 merupakan milestone bagi Yori dan staf arsitek konsultan Han Awal & Partners. ‘Perjalanan Cinta Tanah Air’ rutin dilakukan pada bulan Agustus ke pelosok tanah air, untuk berburu dan berguru arsitektur Nusantara.
Agustus 2008, Yori dan kawan-kawan “menemukan” Waerebo, desa adat yang tidak ada di dalam peta arsitektur di Indonesia, yang kondisinya menuju kepunahan. Yori memutuskan untuk ‘pensiun’ menjadi turis dan beralih menjadi ‘bagian dari masyarakat’ dan mendirikan “Rumah Asuh” untuk menyelamatkan dan melestarikan desa adat Waerebo.
Melalui Waerebo, Rumah Asuh menemukan formula yang berharga untuk melestarikan dan menyelamatkan lebih banyak desa-desa adat di pelosok Nusantara yang sangat kaya dan beragam dengan sumber inspirasi dan kearifan lokalnya.
Pelestarian ini tidak hanya bagi generasi masa depan mereka yang menjaga tradisi, tapi pelestarian ini juga untuk generasi modern dengan melibatkan banyak mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi untuk mengubah wawasan mereka terhadap Pendidikan Arsitektur di Indonesia, yang selama ini lebih banyak mengajarkan pendidikan Arsitektur Modern berbasis industri dan kurang memberikan informasi Arsitektur Tradisional karena minimnya informasi, dan tugas kita semua untuk melestarikan tradisi dan budaya untuk dibawa ke masa kini dan ke masa depan.
Ayah Yori adalah Arsitek kenamaan, Han Awal, yang meninggalkan Pesan yang Kuat, “Arsitektur Indonesia adalah arsitektur yang berguna bagi masyarakat” (dip. Han Awal 1930 – 2016).
Ada kesan yang disampaikan oleh Yori untuk Majalah Asrinesia:
“Asrinesia bagi saya itu adalah semangat untuk terus berbagi informasi dan inspirasi dalam segala situasi ya, untuk turut mempromosikan, mempublikasikan wawasan-wawasan para arsitek Indonesia, dan juga tidak hanya arsitek tapi juga untuk arsitektur Indonesia yang lebih baik. Dan saat ini memang media-media seperti itu sangat dibutuhkan, bagaimana masyarakat juga bisa aktif untuk turut membangun. Tidak mungkin Arsitek itu ‘ngomong’ sendiri, harus ada komentar, harus ada kritik dan sebagainya. Jadi, media Asrinesia ini menjembatani antara arsitek, masyarakat dan para pemberi tugas. Tanpa adanya media atau majalah, tidak munkin bahwa arsitektur kita bisa berkembang mencari jati diri. Dan Asrinesia ini menyesuaikan segala situasi yang ada, memakai ‘hati’ untuk melanjutkan semangat pemberitaan”.
Penulis : Reny Sudarmadi @sudarmadireny
Profil : Yori Antar @yoriantar
Foto Dokumentasi : Rumah Asuh