Bagaimana para arsitek modern kita membawa arsitektur nusantara ke masa kini dan ke masa depan, tentu tanggung jawabnya ada ditangan kita semua. Salah satunya mari kita ikuti proses pembangunan yang saat ini sedang bergerak terus, diantaranya arsitek Yori Antar yang telah mengawal sekitar 65 titik kawasan tradisional yang tersebar di seluruh negeri ini, di Indonesia.
Tradisi dan budaya kita bukan masa lalu, tetapi masa depan. Kita Indonesia adalah bangsa pencipta, bangsa penemu dan bangsa yang senantiasa menginspirasi dan bukannya bangsa followers. Manusia Indonesia adalah manusia dua musim, musim panas dan hujan yang akan menghasilkan manusia outdoor. Dengan banyak berada di ruang luar atau ruang terbuka maka manusia outdoor akan menghasilkan manusia sosial, di kemudian manusia sosial akan menghasilkan manusia gotong royong yang saling membantu di dalam kebersamaan.
Arsitektur nusantara adalah jembatan komunikasi yang bisa menghubungkan antara seorang arsitek dan masyarakatnya juga antara arsitek dengan regulator atau pembuat aturan dalam hal ini pemerintah. Mempertemukan arsitek modern dan arsitek tradisional akan menghasilkan penemuan-penemuan yang orisinal dan luar biasa.
Dengan demikian dapat merubah mindset ekspedisi pulau-pulau terluar yang dilakukan oleh antara lain Tim Wanadri Bandung yang mampu merubah mindset setelah mereka menyatakan bahwa mereka ternyata tidak mengunjungi pulau terluar dari negeri ini, tapi justru merupakan puiau Terdepan, sehingga jika selama ini kita selalu menganggap pulau Jawa adalah pusat sedangkan pelosok nusantara itu adalah pulau terluar, maka hal ini perlu dirubah, pelosok nusantara justru adalah pintu gerbang masuk ke Indonesia dan harus mendapat perhatian khusus. Arsitektur nusantara sebuah jembatan masa depan bagi arsitektur moderen dan arsitektur tradisional Indonesia yang pengerjaannya harus dengan hati.
RUMAH GADANG MINANGKABAU
Petatah-petitih tradisi pantun pada saat memulai pembangunan kembali rumah Gadang yang terbakar di desa Sumpur Sumatera Barat adalah tradisi yang tak pernah dilepaskan dan didalam petatah-petitih inilah tersimpan rahasia dalam budaya lisan, tata cara membangun rumah Gadang.
Di Sumpur, rumah asuh bersama alm. Eko Alvarez bersama Universitas Bung Hatta dan masyarakat desa adat Sumpur telah membangun kembali 2 dari 5 rumah Gadang yang terbakar, yang sepenuhnya pembangunan ini dibantu oleh Yayasan Tirto Utomo.
Pembangunan kembali rumah-rumah Gadang yang secara serempak di kawasan Seribu Rumah Gadang Solok Selatan sebanyak 35 rumah yang didanai oleh Kementerian PUPR untuk program restorasi dan revitalisasi desa adat Solok Selatan sebagai desa wisata, dimana nantinya rumahrumah Gadang yang sudah dibangun kembali bisa berfungsi sebagai penginapan, homestay, tempat kuliner, tempat pertunjukan tari, tempat pengrajin tenun Songket, tempat pelatihan Tukang Tuo.
MENARA KAYAO DI WAMENA, PAPUA.
Mengawali pembangunan homestay di desa adat Suroba, Wamena, Papua. Menara Kayao adalah menara pemantau untuk menjaga wilayah dari serangan musuh dimana sering terjadi perang suku. Kini konteks dari Menara Kayao dimasa damai adalah kemenangan dalam melestarikan tradisi dan budaya dengan teriakan “etayyyy”.
W A E R E B O
Tradisi baru tiap 17 Agustus peringatan Proklamasi juga menjadi tradisi adat mengenang peristiwa kembalinya rumah adat mereka yang telah kembali menjadi 7 buah, dimana kejadian kedatangan kelompok Rumah asuh pada tanggal 18 Agustus 2008 sebagai jawaban atas doa masyarakat bahwa leluhur tidak meninggalkan mereka dan turut menjaga tradisi dan budaya di daerah.
Transfer knowledge terjadi sekaligus dalam tiga generasi yaitu, Para tetua adat mengajari generasi muda tata cara membangun kembali rumah Wae Rebo sedangkan generasi ketiga hadir bermain-main dan kelak memiliki memori indah di masa depan yang merekam saat-saat penting dibangunnya kembali rumah adat Wae Rebo, dimana nantinya mereka akan bangga telah ikut melestarikan tradisi mereka.
Adat Wae Rebo yang berhasil direkonstruksi kembali juga memiliki data dan keterangan lengkap, seperti digambar oleh Faiz dan Robin mahasiswa yang tinggal bersama masyarakat dan berhasil mentransfer tradisi membangun rumah secara lisan ke dalam tulisan (gambar 3D).
Banyak ibu-ibu milenial yang mengagumi Desa Wae Rebo dari ketinggian dengan memakai kain tenun yang dibeli dan ditenun oleh para ibu-ibu di desa Wae Rebo. Desa Wae Rebo kembali utuh adalah karena hasil kerja gotong royong bersama antara masyarakat desa adat Wae Rebo, Para donatur yang dikoordinasi oleh Rumah asuh dan kini telah menjelma sebagai desa wisata Unggulan di pulau Flores, di mana masyarakat ikut menikmati ‘kue’ pariwisata.
JALUR TENUN SUMBA
Salah satu rumah tenun di Mbatakapidu yang sudah selesai dan diresmikan tanggal 16 Agustus 2019 kemudian dilanjutkan dengan acara utama di rumah tenun Praikamaru pada tanggal 17 Agustus 2019. Rumah asuh bersama para donatur telah membangun 10 rumah tenun di seluruh pelosok Sumba. Pada saat ini 8 rumah tenun sudah selesai yang beroperasi sebagai jalur tenun Sumba sebuah program untuk memberdayakan masyarakat khususnya para Ibu penenun .
Jalur tenun Sumba dicanangkan th 2018-2020, sebagai jalur pariwisata baru di Sumba, untuk memberdayakan khususnya ibu-ibu penenun yg selama ini menjual kainnya di pasar, dengan hadirnya rumah-rumah tenun berarsitektur Sumba, bisa meningkatkan apresiasi kain tenun Sumba dan belanja dan melihat secara langsung bagaimana proses kain Sumba dibuat. Saat ini beberapa rumah tenun yg sudah jadi sudah menjadi destinasi pariwisata baru di Sumba, melengkapi keindahan alam dan panorama Sumba dan tradisi Pasola sebagai daya tarik utama Sumba.
RUMAH ADAT ROHUA, SERAM, MALUKU.
Rumah bantuan ke tiga dari program rumah asuh dan para donatur membangun rumah milik keluarga Onate Leipary, dimana masyarakat merasa sangat senang sekali bisa berkumpul bersama dalam suasana gotong royong. Mereka sangat senang bahwa rumah adat yang ada semakin bertambah sehingga adat tetap terus terjaga dan memudahkan pemekaran menjadi desa Rohua, Seram, Maluku.
RUMAH BATAK TOBA.
Kembalinya rumah Batak Bolon di desa adat Jangga Dolok yang beberapa waktu lalu terbakar dan menghanguskan 6 Rumah adatnya. Rumah asuh bersama Yayasan Tirto saat ini sudah membangun dua bangunan, satu rumah adat Balon Batak Toba, dan satu rumah Sopo untuk berbagai kegiatan kesenian. Rumah Bolon ini dibangun lengkap dengan metode seasli-aslinya. Penyelesaian terakhir memberi lukisan dan ukiran Gorga dengan pewarnaan alami, menyajikan cerita dari kisah saat rumah ini dibangun.
RUMAH TENUN TIRTA DHARMA , DAYAK SINTANG
Rumah tenun ini dibuat sebagai tempat menenun bagi para ibu-ibu penenun Dayak Sintang dengan hasil tenunnya yang luar biasa dan terkenal didunia. Umumnya inspirasi tenun Dayak Sintang berasal dari mimpi, sehingga bisa dibilang hasil tenunan mereka merupakan cerita. Rumah tenun Tirta Dharma ini dibangun dengan dana dari Yayasan Tirto Utomo.
Penulis : Sri Murdiningsih Sunardi
Foto : Koleksi Yori Antar